
PALAKAT Jakarta — Stunting adalah masalah kesehatan besar bangsa Indonesia, saat ini sekitar satu dari 3 balita Indonesia tergolong stunting. Bila angka stunting tidak membaik maka Indonesia terancam gagal memanfaatkan bonus demografi 2030 dan generasi emas 2045. Berbagai bukti klinis dan epidemiologis menunjukkan apabila anak balita Indonesia masih banyak yang stunting maka 10 – 20 tahun mendatang para generasi usia produktif negara ini akan memiliki kemampuan kognitif yang kurang, kemampuan produktivitas yang rendah serta sumber daya manusia yang tidak berkualitas.
Oleh Praktisi kesehatan komunitas dan kedokteran kerja dari Health Collaborative Center, Dr. dr. Ray W Basrowi, MKK ketika menjadi narasumber ahli pada webinar Peran Milenial Cegah Stunting BKKBN, dikatakan pemanfaatan sumber daya digital dan peran local influencer kaum milenial terbukti efektif membangun public awareness sehingga mengubah pola perilaku kesehatan bangsa. “Bahkan banyak penelitian kedokteran komunitas skala kecil di beberapa daerah di Indonesia mampu membuktikan bahwa pendekatan sinergi antara pemanfaatan media digital termasuk media sosial dan influencer yang dikenal masyarakat lokal mampu meningkatkan pengetahuan ibu serta orangtua muda untuk memperbaiki parenting style termasuk pola asuh makan di keluarga, dan ini potensi nya luar biasa besar untuk bantu pemerintah menurunkan serta mencegah kasus kurang gizi dan salah gizi di seribu hari pertama kehidupan”, ungkap Dr Ray, Rabu (23/06) dalam webinar bersama BKKBN dengan mengambil tema ‘Sobat Millenial Yuk Cegah Stanting’.
Beberapa kajian kesehatan masyarakat juga menyebut Generasi Milenial adalah new messengers for public health di dunia, termasuk di Indonesia. Dan konteks ini relevan di Indonesia. Apalagi menurut Dr. Ray di beberapa daerah di Indonesia bahkan kalangan milenial sudah melakukan berbagai inovasi berbasis digital dan teknologi untuk edukasi keluarga muda untuk perbaikan pola asuh dan pola makan yang dinilai efektif bantu cegah dan mengatasi stunting. Ada yang menggunakan gadget dengan local hero, penggunaan jargon-jargon anak muda tradisional, bahkan memasukkan konteks cerita rakyat dan konsumsi local dalam kegiatan pembelajaran daring di tingkat desa. Seperti ada Desa Sehat di Purwakarta, kegiatan jejaring milenial cegah stunting di Kalimantan Barat, bahkan local youtube campaign di Kediri.
“Ini semua terlihat hasil positifnya memperbaiki pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga milenial untuk mengerti tentang gizi dan stunting serta berpotensi memutus mata rantai malnutrisi kronik di komunitas. Dan yang paling penting pendekatan inovatif anak-anak milenial ini sudah memiliki bukti epidemiologis yang bahkan dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional. Jadi pemerintah bisa memanfaatkan jejaring milenial untuk bantu menurunkan angka stunting di Indonesia dengan pendekatan efektif berbasis bukti di komunitas ini,” ungkap Dr Ray yang merupakan Dokter Umum lulusan Faked Unsrat dan meraih gelar Doktor Bidang Ilmu Kedokteran di FKUI.
Itu sebabnya Dr Ray mengajak pemerintah terutama BKKBN yang telah ditunjuk Presiden Jokowi sebagai leading sector pencegahan stunting di Indonesia untuk merangkul hasil inovasi bidang gizi dan pencegahan stunting sahabat milenial di seluruh Indonesia sebagai bagian dari Gerakan 1000 Mitra untuk 1000 Hari Pertama Kehidupan, agar Indonesia bisa menurunkan angka stunting lebih cepat dan lebih efektif lagi.
(Fey)